Ditantang Teman, Haruskan Remaja Pengancam Jokowi Dimaafkan?
BintangBola - Polisi menyatakan remaja yang menghina dan mengancam Presiden Joko
Widodo (Jokowi) melalui video yang tersebar di media sosial, karena
tantangan dari teman-temannya.
Dalam video yang viral tersebut terlihat seorang remaja bertelanjang dada, membawa foto presiden sambil menunjuk-nunjuknya.
"Gua tembak kepalanya, gua pasung nih, ini kacung gua, gua pasung
kepalanya, Jokowi --, gua bakar rumahnya. Presiden, gua tantang lo cari
gua dalam 24 jam, lu nggak temuin gua, gua yang menang," kata remaja
berinisial S tersebut seraya terdengar derai tawa.
Melansir Agen Bola, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menjelaskan,
remaja berinisial S tersebut mengaku tidak membenci Presiden Jokowi dan
melakukan hal itu karena tantangan teman-temannya.
"Anak ini tidak bermaksud menghina, tidak bermaksud membenci
Presiden, tapi dia (melakukannya) karena menerima tantangan dari
teman-temannya," kata Argo.
Argo menambahkan, anak berumur 16 tahun itu melakukan aksinya untuk
mengetes polisi. "Jadi kira-kira dia berbuat itu ditangkap tidak oleh
polisi selama dua puluh empat jam?" kata Argo.
Polisi melakukan investigasi dan menemukan tempat tinggal remaja
di Jakarta tersebut. Argo menjelaskan bahwa polisi mengenakan pasal 27
ayat 4 junta pasal 45 UU ITE.
Dalam Pasal 27 Ayat 4 UU ITE, setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau
pengancaman.
Adapun pasal 45 ayat 1 berbunyi, "setiap orang yang memenuhi
unsur yang disebutkan di Pasal 27, dipidana dengan pidana penjara paling
lama enam tahun dan atau denda maksimal Rp1 miliar".
"Tapi di sistem anak pasal 32 tidak bisa dilakukan karena penahanan harus dengan ancaman 7 tahun," kata Argo.
Pasal 32 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
menentukan bahwa penahanan terhadap anak tidak dapat dilakukan jika
anak dijamin oleh orang tua atau walinya.
Ayat 2 pasal tersebut menjelaskan bahwa penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat:
a. Anak telah berumur 14 tahun atau lebih; dan
b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tujuh tahun atau lebih.
Sesuai aturan tersebut, maka anak ini dibawa ke tempat anak yang berhadapan dengan hukum di daerah Cipayung.
"Proses tetap berjalan. Statusnya bukan tersangka, tapi anak yang
berhadapan dengan hukum. Kita bicara lewat sistem peradilan anak saja,"
tegas dia.
Menurut Argo, S tidak melakukan aksinya sendirian. Ada orang lain
yang merekam video, maupun menyebarkan video tersebut melalui media
sosial.
Namun Argo tidak menjelaskan apakah pihak lain tersebut juga anak-anak, dan apakah mereka juga akan dimintai keterangan.
"Semua akan kita periksa," kata dia.
Warganet berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang setuju S dimaafkan, dan ada yang merasa tak setuju jika S dimaafkan.
Sebelumnya, kasus kriminal berlatar belakang tantangan teman sebaya
telah banyak memakan korban. Tantangan yang beredar di sosial media bisa
berupa sesuatu yang nampak tak berbahaya seperti tantangan untuk
menyiramkan seember air es ke badan, yang populer beberapa tahun lalu.
Ada pula tantangan memotret speedometer saat ngebut, memamerkan
kecepatan hingga ratusan kilometer per jam ke media sosial, yang tak
sedikit berujung maut.
Tren menekan dada #skipchallenge, mendorong remaja di seluruh
dunia untuk menekan dada temannya hingga pingsan. Tentu saja, mereka
yang jadi korban tak sadar betapa berbahayanya permainan ini hingga
sesuatu yang buruk benar-benar terjadi.
Tahun lalu di Rusia, kasus Bluewhale diduga memakan korban hingga
ratusan remaja yang bunuh diri karena mengikuti tantangan permainan
online. Para remaja diajak mengikuti tantangan 50 seri, mulai dari
nonton film horor seharian, melukai diri, hingga berujung ke tantangan
membunuh diri sendiri.
Meski tak mengancam nyawa seperti tantangan BlueWhale,
agresifitas yang ditunjukkan oleh S saat mengucapkan kata-kata ancaman
pada Presiden, membuat psikolog klinis Baby Jim Aditya khawatir.
Perilaku S dinilai sebagai upaya remaja untuk mencari perhatian
"Mereka butuh memperlihatkan -- Gue sudah dewasa, gea bisa
melakukan apa yang orang dewasa lakukan. Gue kekinian, karena bisa
terlibat dalam isu-isu yang kekinian." kata Baby Jim.
Menurutnya, upaya untuk mencari perhatian dan pengakuan dalam pergaulan sosial ini wajar dilakukan.
"Karena mereka sedang belajar memenuhi harapan sosial. Hingga dewasa pun ini akan kita lakukan," kata dia.
Dalam kehidupan sehari-hari, remaja melakukanya dalam skala yang lebih umum dilakukan, seperti merokok, kebut-kebutan.
"Itu adalah cara untuk bisa diterima dalam kelompok dan cara
melakukan bahwa gue sama kayak elu dan apa yang elu harapkan sama gue
bisa gue penuhi," kata Baby Jim.
Kemudian, media sosial memperluas jangkauan apa yang dilakukan,
sehingga menimbulkan dorongan untuk melakukan hal yang sama sekali
berbeda.
"Tekanan teman sebaya adalah salah satu variabel yang penting,
karena ada orang yang membutuhkan pengakuan lebih daripada orang-orang
lain," kata dia.
Mereka yang menginginkan pengakuan lebih mungkin punya ciri kepribadian yang berbeda.
"Mungkin anak ini memiliki kebutuhan pengakuan diri yang
berlebihan, punya kebutuhan memenuhi sensasi yang lain daripada yang
lain. Tapi tidak bisa dipukul rata, karena kita tidak punya data
mengenai S," kata Baby Jim.
Menurutnya, orang tua-lah yang punya peran paling penting untuk mengenali gejala-gejala ini sejak dini.
Dalam kasus S, Baby Jim menyarankan agar remaja tersebut harus didampingi oleh psikolog anak.
"Kasus ini menjadi titik balik, tergantung cara penanganannya.
Apakah dia akan belajar dari hal ini, atau justru akan menyirami
bibit-bibit yang kesukaan pada sensasi yang sudah muncul ini," kata
Baby.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar