Donald Trump: Campur Tangan Rusia pada Pilpres AS adalah 'Tipuan Besar'
BintangBola - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump disebut telah menggandakan klaim terkait dugaan campur tangan Rusia dalam pilpres 2016.
Ia menyebutnya sebagai sebuah "tipuan besar", menyusul apa yang media
sebut sebagai "dukungan-terselubung" pada pembelaan Presiden Rusia
Vladimir Putin, saat keduanya bertemu di Helsinki, pekan lalu.
"Jadi Presiden Obama tahu tentang Rusia sebelum pemilu. Kenapa dia
tidak melakukan sesuatu tentang itu? Mengapa dia tidak memberi tahu
kampanye kami?" twit Presiden Trump pada Minggu malam, 22 Juli 2018,
ketika dia kembali ke Gedung Putih setelah libur akhir pekan di
Bedminster, New Jersey.
"Karena itu semua tipuan besar, itu sebabnya, dan dia pikir Hillary akan menang !!!" lanjut Trump.
Tidak jelas apakah kata 'tipuan' mengacu pada klaim bahwa Rusia ikut
campur dalam pilpres AS, atau dugaan bahwa kampanye Donald Trump
terlibat praktik kolusi.
Melansir dari halaman Agen Bola, Donald Trump
secara konsisten membantah bahwa kampanye pilpres yang dilakoninya
memiliki "hubungan gelap" dengan pemerintah Rusia, meski di sisi lain,
menurut beberapa pengamat, ia tampak membiarkan komunitas intelijen AS
menyelidiki isu terkait.
Namun, dalam pertemuan bilateral perdana dengan Vladimir Putin, yang
berlangsung di Helsinki pada 16 Juli 2018, pernyataan Donald Trump
memicu kritik luas dari para kubu Partai Demokrat, yang menyebut bahwa
dirinya tidak melihat "alasan Rusia ikut campur pilpres AS".
Pernyataan itu, bahkan membuat tidak sedikit dari loyalis Partai Republik, partai yang mengusung Donald Trump, turut mengecam dan menilai sang presiden seperti "menjual negara ke pihak asing".
Donald Trump 'Dikutuk'
Pada hari-hari setelahnya, segelintir pejabat pemerintahan Obama
bergabung dengan beberapa petinggi Partai Republik, mengutuk pendekatan
yang dilakukan Trump pada Putin di Helsinki.
"Misteri besar adalah mengapa presiden tidak berbicara untuk negara
kami," kata mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton di OZY Fest di
Manhattan, Sabtu, 21 Juli 2018.
"Kami, entah bagaimana, tidak yakin di mana posisi presiden kami sendiri sangat mengganggu," lanjut Hillary.
Clinton juga menyiratkan bahwa Trump adalah "boneka" Putin, karena
menilai pemimpin Rusia itu memiliki strategi pemerintahan yang sangat
jelas.
"Sebagai mantan mata-mata KGB, dia cukup mahir dalam membaca orang dan tahu bagaimana memanipulasi mereka," jelas Clinton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar